Penyidik Polres Ketapang Diduga Langgar Prosedur, LBH RHI: “Kami Punya Bukti Autentik yang Sah”

  • oleh

Ketapang ,dayunewstvindonesia.com – Lembaga Bantuan Hukum Rumah Hukum Indonesia (LBH RHI) mengecam keras dugaan pelanggaran prosedur hukum yang dilakukan salah satu oknum penyidik Polres Ketapang dalam penanganan kasus penyerobotan lahan yang dilaporkan oleh Jamli, warga Kabupaten Ketapang.

LBH RHI menilai tindakan penyidik yang meminta Jamli menandatangani selembar kertas kosong tanpa pendampingan kuasa hukum adalah perbuatan mencurigakan, rawan disalahgunakan, serta tidak sesuai dengan standar hukum acara pidana.

“Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi pelanggaran serius yang berpotensi merugikan hak-hak hukum klien kami. Tanda tangan di kertas kosong bisa disalahgunakan untuk berbagai kepentingan ilegal. Mengapa tindakan seperti itu dilakukan? Kami menuntut penjelasan,” tegas Ahmad Upin Ramadhan, CPLA, pendamping hukum Jamli dari LBH RHI.

Lebih lanjut, Ahmad Upin mengungkapkan bahwa sejak awal pendampingan, pihaknya berulang kali meminta Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), namun hingga kini tidak pernah diberikan. Padahal, Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 dengan tegas mewajibkan penyidik untuk menyerahkan SP2HP secara berkala kepada pelapor sebagai bentuk transparansi.

LBH RHI menegaskan bahwa klien kami atas nama Jamli. Memiliki bukti autentik yang sah secara hukum yang memperkuat posisinya, yaitu:

  1. Surat Praja sebagai dasar administrasi awal.
  2. Sertifikat tanah yang sah secara hukum negara.
  3. Surat Penetapan Ahli Waris yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Agama Kabupaten Ketapang.
  4. Surat Perjanjian Penetapan Ahli Waris yang juga dibuat secara resmi di Pengadilan Agama Kabupaten Ketapang.
  5. Surat Keterangan Tanah (SKT) sebagai penguat riwayat kepemilikan.
  6. Bukti pembayaran pajak tanah, sebagai bentuk kepatuhan terhadap kewajiban negara.
  7. Keterangan saksi, termasuk saksi kunci Tambiran, yang siap memberikan kesaksian di hadapan hukum.

“Dengan bukti autentik ini, posisi hukum klien kami jelas dan sah. Jika ada pihak yang ingin menggugat, silakan lakukan melalui mekanisme hukum yang berlaku, bukan dengan praktik manipulatif di tingkat penyidikan,” tegas Ahmad Upin.

Sekretaris Jenderal Rumah Hukum Indonesia, Ramli Achmad Rifai, SE., S.Kom., MM., CPLA, menilai kasus ini bukan sekadar persoalan kesalahan secara administrasi, melainkan indikasi penyalahgunaan wewenang.

“Kinerja penyidik seperti ini patut diduga melanggar prosedur dan harus segera mendapatkan saksi hukum. Jika aparat penegak hukum justru bermain-main dengan administrasi penyidikan, bagaimana publik bisa percaya pada institusi Polri?” tegasnya.

Menurut Ramli, Polres Ketapang wajib membuka diri, menjelaskan duduk perkara, dan memastikan penyidikan berjalan sesuai aturan hukum. Transparansi adalah kunci, dan menutup-nutupi SP2HP sama saja dengan menutup akses keadilan bagi masyarakat.

Langkah Hukum LBH RHI.
LBH RHI memastikan tidak akan tinggal diam. Dalam waktu dekat, pihaknya akan:

Melayangkan surat resmi kepada Kapolres Ketapang untuk meminta klarifikasi terkait tindakan penyidik.

Mengajukan laporan ke Propam Polda Kalbar sebagai bentuk kontrol hukum terhadap dugaan pelanggaran prosedur.

Menempuh upaya hukum lanjutan apabila ditemukan indikasi penyalahgunaan tanda tangan klien di atas kertas kosong.

“Negara ini adalah negara hukum. Kami datang membawa bukti autentik dan sah. Jika penyidik justru melanggar prosedur, itu artinya bukan sekadar mencederai keadilan bagi Jamli, tapi juga melecehkan hukum itu sendiri,” tutup Ahmad Upin.

(FG)