Jembatan Periangan Kembali Terancam Mangkrak, Dinas PUTR Ketapang Diduga Bermain di Balik Tender

  • oleh

Ketapang,dayunewstvindonesia.com | | – Warga Desa Periangan, Kecamatan Jelai Hulu, kembali disuguhi drama klasik proyek mangkrak. Lanjutan pembangunan Jembatan Periangan yang sudah ditetapkan pemenangnya sejak 19 September 2025, hingga kini tak kunjung bergerak di lapangan.

Padahal, pemenang tender PT Karya Inti Bumi Konstruksi asal Banda Aceh sudah diumumkan melalui LPSE Kabupaten Ketapang sejak 29 Agustus 2025, dengan nilai penawaran Rp 12,97 miliar dari pagu Rp 14,6 miliar. Anehnya, setelah hampir sebulan, tak ada satu pun aktivitas konstruksi di lokasi.

“Sudah ditetapkan pemenang oleh LPSE tanggal 29 Agustus, tapi sampai hari ini belum ada giat pekerjaan. Kami heran, jangan-jangan nanti sama saja dengan tahun lalu, hanya habis duit tapi jembatan tak selesai,” tegas Suri (52), warga setempat, Jumat (19/9).

Proyek Tahunan, Hasil Nol

Proyek ini sejatinya sudah berjalan sejak 2024 dengan anggaran Rp 9,7 miliar dari APBD Ketapang. Hasilnya? Hanya abutmen, tiang pondasi, dan fender pengaman. Tahun ini, proyek dilanjutkan dengan dana DAU–APBD 2025 senilai Rp 14,6 miliar.

Namun lagi-lagi, publik dibuat kecewa. Proses lelang molor, kontrak baru berjalan di sisa waktu 90 hari, padahal dokumen pekerjaan mensyaratkan 120 hari untuk penyelesaian.

“Dengan waktu tinggal 90 hari, mustahil pekerjaan kompleks seperti pemasangan struktur baja bisa selesai tepat waktu. Ini risiko besar. Saya ragu bisa selesai,” ujar Ketua Gapensi Ketapang, Alfian.

Dugaan Main Mata PUTR

Lebih ironis, saat dikonfirmasi soal keterlambatan, Kepala Bidang Bina Marga PUTR Ketapang sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran, Rahmat, hanya menjawab dingin:
“Masih di Pokja dan tergantung Pokja.”

Jawaban normatif itu justru menambah kecurigaan publik. Ada dugaan kuat proses tender sengaja diperlambat untuk membuka ruang permainan anggaran dan jual beli proyek. Fenomena serupa kerap terjadi di proyek Penunjukan Langsung (PL) di Ketapang, yang sering disebut sebagai “ladang basah” oknum pejabat.

Warga Tak Mau Jadi Korban Lagi

Pengamat konstruksi lokal, Beni, mengingatkan bahwa yang paling dirugikan dari buruknya manajemen PUTR adalah masyarakat.
“Kalau terus begini, rakyat yang jadi korban. Jembatan seharusnya menyambungkan akses ekonomi, bukan jadi kuburan anggaran,” tegasnya.

Kini masyarakat hanya bisa menunggu, sambil menaruh harapan agar Jembatan Periangan benar-benar berdiri, bukan sekadar meninggalkan tumpukan besi, beton terbengkalai, dan bau busuk permainan proyek.

(FG)