Ketapang | | DAYUNEWSTVINDONESIA.COM – Kalbar – Aroma kejanggalan tercium kuat dalam sengketa lahan di Kabupaten Ketapang. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rumah Hukum Indonesia mengungkap adanya dugaan klaim sepihak oleh seorang pengembang bernama Selamet, yang dinilai tidak berdasar secara hukum maupun fakta lapangan.

LBH Rumah Hukum Indonesia, Ahmad Upin Ramadan, CPLA., menegaskan bahwa klaim Selamet atas objek tanah yang merujuk pada Surat Peraja No. 376/1959 atas nama Udi bin Lodjek tidak memiliki relevansi lokasi. Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan tim hukum LBH, lahan tersebut berada di wilayah Desa Mulya Baru, bukan di Desa Sukaharja seperti yang selama ini diklaim oleh pihak Selamet.

“Temuan kami di lapangan jelas. Lokasi yang diklaim Selamet justru berada di luar kawasan yang ia sebut. Ini diperkuat oleh kesaksian warga yang berbatasan langsung, yakni Haji Mutawar dan Ibu Sumiati, Bertamberan tepat di samping lahan milik klien kami, A. Jamli Samad,” tegas Upin.
Lebih jauh, LBH Rumah Hukum Indonesia juga mempertanyakan proses penerbitan sertifikat atas nama Selamet. Pasalnya, klien mereka sama sekali tidak dilibatkan dalam proses verifikasi batas, padahal posisi lahan saling berbatasan.
“Ini aneh dan mencurigakan. Sertifikat bisa terbit, tapi pemilik lahan di sekitarnya tidak pernah dimintai persetujuan atau tanda tangan dalam berita acara. Ini berpotensi kuat sebagai bentuk manipulasi administrasi,” tambahnya.
LBH Rumah Hukum Indonesia mengaku telah melayangkan somasi pertama kepada pihak developer. Namun ironisnya, somasi tersebut ditolak mentah-mentah oleh pihak Selamet tanpa alasan hukum yang jelas.
“Sikap arogan dan penolakan terhadap somasi pertama justru memperkuat dugaan kami bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Dalam waktu dekat, kami akan kembali melayangkan somasi kedua, dan tidak menutup kemungkinan membawa kasus ini ke jalur pidana dan perdata,” tegas Upin.
Menurutnya, publik berhak mengetahui proses penerbitan sertifikat seperti apa yang dilakukan oleh pihak pengembang. LBH juga mendesak BPN Ketapang agar membuka data dan mengevaluasi seluruh dokumen pertanahan yang terkait.
“Kami ingatkan semua pihak, ini bukan hanya soal klaim tanah, ini menyangkut integritas sistem hukum dan perlindungan atas hak-hak warga yang sah,” tutup Upin.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Selamet maupun instansi terkait seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ketapang belum memberikan tanggapan resmi atas polemik yang terus bergulir ini.