Lompat ke konten

Dayu News TV Indonesia

Warga Dua Desa Portal Jalan PT CUP: Tuduh Polisi Tutup Mata, Perusahaan Ingkari Kesepakatan, Lahan Ribuan Hektar Raib Masuk HGU

  • oleh

SINTANG | | dayunewstvindonesia.com KALBAR.
Kemarahan warga Desa Baong Sengatap dan Desa Sejirak, Kecamatan Ketungau Hilir, Kabupaten Sintang, pecah. Jalan akses PT Cahya Unggul Prima (CUP) dipasang portal. Tindakan ini, menurut Syamsuardi, Kuasa Pendamping Masyarakat dari Forum Wartawan dan LSM Kalbar Indonesia, adalah puncak kekecewaan atas pengingkaran kesepakatan oleh pihak perusahaan dan lambannya penanganan kasus sengketa lahan oleh aparat kepolisian.

Syamsuardi menegaskan, sengketa HGU PT CUP yang mencaplok lahan masyarakat Desa Baong Sengatap, Sejirak, dan Sungai Deras sudah bertahun-tahun dilaporkan ke Polres Sintang. Namun hingga kini, “setitik embun” kejelasan hukum tak kunjung ada. Ia bahkan menuding Polsek Ketungau Hilir dan Polres Sintang tidak berani memproses perusahaan, meski kerugian warga diperkirakan mencapai miliaran rupiah akibat ribuan hektar lahan masuk ke HGU perusahaan.

“Polisi bisa cepat tangkap warga kalau ada laporan perusahaan, tapi bungkam jika warga yang dirugikan. Ini jelas tidak adil,” tegas Syamsuardi. Ia membandingkan, perkara yang seharusnya bisa diselesaikan secara adat dengan kerugian di bawah Rp5 juta diproses kilat, sementara kerugian masyarakat yang jauh lebih besar diabaikan.

Kesepakatan antara warga dan PT CUP sebenarnya telah dibuat dan ditandatangani di hadapan pemerintah desa, camat, perwakilan dinas kabupaten, bahkan aparat Polsek dan Polres. Namun, menurut Syamsuardi, kesepakatan itu diingkari perusahaan tanpa ada pengawasan serius dari pihak kepolisian.

Syamsuardi menuntut Kapolsek Ketungau Hilir, Kapolres Sintang, Kapolda Kalbar, hingga Kapolri agar segera menangkap dan menetapkan pihak perusahaan sebagai tersangka. “Kalau ini dibiarkan, berarti aparat tidak mengamalkan UUD 1945 dan Pancasila dalam penegakan hukum,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan pemerintah eksekutif dan legislatif, baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun pusat, untuk segera turun tangan. Jika dibiarkan, potensi konflik horizontal sangat besar—terutama jika PT CUP melakukan take over kepada pihak kedua dan memaksa menguasai lahan-lahan warga.

Sebagai langkah lanjutan, Syamsuardi akan menyurati Wakil Gubernur Kalbar, Krisantus, untuk mendengarkan langsung keluhan masyarakat tiga desa. Ia juga akan mempertanyakan lambannya mekanisme penyelesaian konflik agraria yang terkesan berat sebelah: cepat jika menyangkut kepentingan perusahaan, lambat jika menyangkut hak rakyat.

Ironisnya, baru-baru ini, pihak kepolisian setempat sigap menangkap dua karyawan perusahaan dan seorang warga atas dugaan pencurian buah milik PT CUP—tanpa melibatkan mekanisme adat maupun pemerintah desa. Sementara, dugaan perampasan ribuan hektar lahan rakyat tetap dibiarkan menggantung tanpa kepastian hukum.